Gus Mantra, seorang tokoh sentral dalam industri musik Bali, memainkan peran yang sangat signifikan dalam penggarapan album perdana Lolot Band yang berjudul "Gumine Mangkin". Keterlibatannya tidak hanya sebatas produser, tetapi meluas sebagai mentor, fasilitator, manajer awal, dan seorang visioner yang melihat potensi besar dalam aliran musik Bali Rock Alternatif.
Latar Belakang dan Lahirnya Pregina Studio Pada era 2003, setelah terdampak oleh tragedi Bom Bali 2002 yang mengguncang sektor pariwisata, Gus Mantra mencari alternatif kegiatan dan memutuskan untuk merambah industri musik independen. Musik adalah hobi utamanya sejak lama, ia bahkan pernah bermain band serius, mengikuti berbagai festival, dan kompetisi. Dengan dukungan dari Dewa Budjana yang membimbing dalam pengadaan alat, Gus Mantra mendirikan studio rekaman bernama Pregina Studio. Studio ini awalnya berfungsi sebagai tempat belajar dan uji coba bagi Gus Mantra sendiri, menggunakan alat rekaman Roland VS 2480 yang memiliki 16 input, sebuah teknologi revolusioner pada masanya. Pregina juga menjadi "kelinci percobaan" bagi beberapa band, termasuk Hydra.
Awal Pertemuan dengan Lolot Made Bawa, yang dikenal sebagai Lolot, awalnya datang ke Pregina Studio sebagai pelanggan untuk merekam karya-karya solonya. Proses rekaman ini dibantu oleh Deni, drummer dari band Hydra, sebagai operator. Namun, karena rekaman memakan waktu lama dan membutuhkan biaya yang besar, Lolot menghadapi kendala finansial yang menyebabkan proyeknya tidak kunjung rampung.
Keputusan Berani Gus Mantra Mengambil Alih Proyek Melihat situasi tersebut, Gus Mantra membuat keputusan berani untuk mengambil alih proyek Lolot secara gratis. Alasan utama Gus Mantra tertarik adalah karena ia melihat adanya "kejujuran dan totalitas dalam lirik-lirik Lolot". Ia percaya pada kekuatan spiritual dari karya-karya Lolot dan menganggap ini adalah cara yang tepat untuk belajar menjadi seorang produser. Baginya, ini adalah proses pembelajaran dan idealisme total yang melampaui perhitungan bisnis semata.
Proses Produksi dan Pembentukan Personel Inti Setelah mengambil alih, Gus Mantra, dengan Deni sebagai operator, mengajak Lanang (basis) dan Doni (gitaris) sebagai session player untuk mengisi bagian-bagian lagu. Menariknya, Lanang dan Doni adalah saingan Gus Mantra di berbagai festival band sebelumnya, dengan Doni dari The Trooper dan Lanang dari band Biru. Gus Mantra memberikan kebebasan kreatif yang setara kepada setiap personel dalam penggarapan musik, membebaskan mereka untuk mengembangkan aransemen, dan ia hanya akan memberikan masukan jika diperlukan. Mereka mengerjakan delapan lagu untuk album tersebut.
Tantangan Awal dan Strategi Pemasaran Ketika album itu ditawarkan ke berbagai label rekaman besar di Bali, mayoritas menolaknya. Mereka menganggap aliran musik Bali Rock Alternatif yang diusung Lolot "aneh" dan sulit diterima pasar, bahkan ada yang menyarankan untuk mengubahnya menjadi lagu bergaya Mandarin. Namun, Gus Martin, seorang wartawan senior, melihat potensi besar jika Lolot konsisten dengan alirannya.
Tanpa memikirkan pasar secara berlebihan, Gus Mantra dan timnya meluncurkan album "Gumine Mangkin" di salah satu kafe. Mereka mempromosikan lagu "Iluh Sari" dengan membuat video klip yang ditayangkan di Bali TV. Awalnya, Gus Mantra hanya mencetak 3.000 kopi kaset karena masih dalam tahap belajar dan keragu-raguan. Namun, permintaan pasar yang luar biasa memaksa mereka mencetak ulang hingga 5.000 kopi dan terus menambah cetakan. Fenomena ini bahkan menyebabkan distributor berebut kaset di bandara.
Keberhasilan Fantastis dan Formalisasi Lolot Band Album "Gumine Mangkin," yang dirilis pada April 2003, mencapai penjualan fantastis sebanyak 75.000 kopi, membawa keuntungan besar. Lagu "Tresna Memaksa," "Artha Utama," dan "Karman Beli" menjadi favorit dan sangat populer. Melihat kesuksesan dan meningkatnya tawaran konser, Gus Mantra memutuskan untuk secara resmi membentuk Lolot Band dengan mendudukkan Made Bawo, Doni, Lanang, dan Deni, menekankan bahwa mereka adalah tim yang tak terpisahkan dan bukan hanya proyek solo Lolot. Gus Mantra juga menerapkan strategi harga konser awal sebesar 5 juta Rupiah untuk mengelola biaya dan tim yang berjumlah 10 orang (4 personel dan 6 kru), sebuah harga yang terbukti menarik audiens besar dan menguntungkan. Lolot Band juga meraih berbagai penghargaan bergengsi seperti Gita Denpost Award dan Best Indie Music Awards dari SCTV.
Gus Mantra bahkan menjadi pelopor penggunaan sequencer untuk menggarap elemen-elemen tradisional yang sulit dibawakan secara live di panggung, menunjukkan idealismenya dalam memadukan musik modern dengan unsur budaya Bali. Meskipun ada fase vakum dan tantangan, Gus Mantra selalu melihat Lolot Band sebagai "aset" yang harus terus berkarya, menunjukkan komitmennya yang mendalam terhadap musik Bali.
Secara keseluruhan, peran Gus Mantra dalam penggarapan album perdana Lolot Band tidak hanya membentuk identitas musikal mereka tetapi juga membuka jalan bagi genre Bali Rock Alternatif untuk diterima secara luas dan menjadi fenomena di industri musik lokal, sebuah warisan yang berlanjut hingga kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar